Pramudya Ananta Toer,
aku kembali menjadi anak kecil di penamu
yang dengan lugu bersuara “bagaimana kelanjutan ceritanya bunda?”
hingga tak terasa sekerat buku itu habis kutelan dan menghantarkanku
bukan pada lelap, tapi pada bayangan kekejaman sang Calon Arang
otakku yang telah begitu rumit memilah benar dan salah
kembali dengan gamblang menguak putihnya sang pertapa Empu Baradah (pekik)